Followers

Popular Posts

Search

Ketik kata yg ingin dicari, kemudian tekan enter

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *

Sabtu, 11 Februari 2012

Indonesia di Panggung Serakah

          No comments   
oleh: Purnawarman


Beragam hikmah, beragam anugrah, beragam kisah,
bersatu padu dalam luasnya hamparan nuansa namamu, duhai Indonesiaku..!
Harumnya semerbak kisah indahmu, hiasi tiap inci tanah yang berkah itu
Likuan sungainya menjulur bebas menembus setiap lahan pertanian dan pegunungan
Betapa subur negeri itu, duhai Indonesiaku..!!
Seindah sutra cakra buana, hamparan pasir putihmu membentang seujung mata memandang
Dilengkapi bahan tambang yang melebihi kalkulasi harta Qarun zaman Fir’aun
Sungguh aku terpedaya oleh kisah limpah ruahnya alam rayamu
Indonesiaku,
Di sudut desamu aku lahir dibesarkan
Sewaktu kecil itu aku terbiasa melihat indah cerahnya siangmu, menggigil rasakan segarnya cuaca malammu
Aku pun ingat, saat itu bintang jadi saksi akan musim yang kan berganti
Saat itu bulan jadi patokan antara panas dan hujan
Saat itu buah segar bisa kupanen dari tangkai, bisa kucicip dengan lahap penuh nikmat.
Indonesiaku,
Kisah itu, kisah silam masa lalu yang kini pergi dan entah kapan jua kan kembali
Di sudut perantauan kota, pemandangan indah itu sulit jua tuk kujumpa
Limbah-limbah kini hitam pekat mencelup sungai dan sumur
Ilalang gersang jadi penghuni pegunungan, sementara bantaran sungai jadi pemukiman
Dan hujan pun tak lagi jadi simbol kesuburan
Dan, itu adalah engkau kini, Indonesiaku.
Indonesiaku,
Andai saja emas permata, atau bensin dan batu bara itu tak layak untuk kami nikmati,
Lalu dimana buah segar itu?
Sampai kapan kami harus nikmati perasa esen campur pewarna tekstil demi sensasi buah segar itu?
Di mana ikan segar hasil luasnya lautan itu?
Di tengah kisah sejarahmu yang mungkin dulu kelam berabad-abad silam
Tenggelam dalam tragisnya penjajahan dan perpecahan
Amat jelas kulihat teriak kuat sabar mereka bergeliat bangkitkan semangat menerjang lawan, menghantam para penindas, menyongsong kemerdekaan
Indonesiaku,
Di tengah hiasan kemegahan yang kini berganti lantunan kegetiran dan harapan dalam derasnya seribu puisi untukmu, aku ikut bermunajat,
Andai saja kesabaran dan keimanan telah tercerabut dari dada dan mental kami,
Harus dengan apa lagi kami menghadang kengerian masa depan ini?
Indonesiaku, jangan kau tambah parah kesakitan dan penderitaan raga ini dengan terus kau fitnah kami dengan teroris..!
Indonesiaku, harus ke mana lagi kulihat sisi kebesaran kayamu?
Harus ke mana lagi kulihat sisi elok parasmu?