Ketika mulai berkiprah di dunia kerja dan masuk ke sebuah perusahaan yang di dalamnya terdapat banyak pekerja, sementara situasi manajemen perusahaannya sendiri masih belum tertata rapi, pada awalnya kebingungan itu menyeruak, kekesalan demi kekesalan banyak kuderita, dan putus asa pun kian menerpa, terlebih apabila usaha demi usaha yang kita coba masih belum bisa untuk mengatasinya. Namun ternyata di balik semua itu saya mulai menemukan secercah cahaya yang menerobos bebas lewat celah-celah kecil menuju ruang gelap yang kurang tersapa sinar. Di sana saya menemukan cahaya mutiara ilmu yang tak ternilai harganya.
Suatu hari saya terkena tamparan yang sangat menyakitkan, berupa tuduhan menyalahkan yang sebetulnya tidak ada kaitannya langsung dengan pekerjaan pokok yang saya pegang. Berulang kali saya kaji kembali hal-hal apa yang telah saya lakukan selama mengerjakan pekerjaan itu, hasilnya selalu saya rasa tidak ada kekeliruan di sana. Namun posisi saya tetap saja jadi terdakwa.
Pada perjalanan berikutnya tentu bukan langkah balas dendam yang harus saya lakukan, sebab langkah semisal itu hanyalah langkah sia-sia yang tidak ada faidahnya sama sekali buat masa depan karir dan keilmuan. Langkah yang harus saya tempuh berikutnya adalah bagaimana menemukan akar pokok permasalahan yang menyebabkan kejadian semacam itu bisa terjadi, sehingga di kemudian hari persoalan semacam itu tidak akan terulang kembali.
Nyatanya, selidik punya selidik, ada sebuah kondisi yang menimpa atasan saya. Dia dimarahi bos besar lantaran terjadi kerugian yang tak terkira besarnya. Maklum kondisi manajemen dan administrasi perusahannya belum tertata rapi, untuk mengkaji sebab-sebab permasalah itu bisa terjadi tentulah sangat sulit. Jangankan untuk menelusuri kesalahan yang telah dilakukan seminggu yang lalu, mencari data kualitas kinerja kerja para pegawai hari kemarin saja pasti akan mengalami kesulitan, jika kondisi perusahanannya itu sendiri tidak menerapkan sistem hirarki kerja yang rapi dan sistem administrasi yang bisa dijalankan dengan mudah oleh setiap lini perusahaan.
Wal hasil, jika situasi perusahaan tidak memiliki rekam jejak mengenai perjalanan kerja yang telah berlangsung dari waktu kewaktu maka tentu dia tidak memiliki jejak data buat dipelajari, tidak memiliki bahan yang bisa dijadikan bahan kajian, baik untuk kontrol kualitas kemajuan maupun kemunduran yang dialaminya. Pada akhirnya, situasi semacam itu tidak menutup kemungkinan, jika suatu hari terjadi kemerosotan, siapapun bisa ikut disalahkan, termasuk orang yang tidak punya salah sekali pun.
Agar kita bisa menelusuri dan mengkaji masa lalu yang mebuahkan sebuah hasil seperti sekarang ini, maka tahapan demi tahapan yang dilalui haruslah kita rekam, kita abadikan, sebab dengan cara itulah data pada masa pemrosesan itu bisa ada dan bisa kita jadikan bahan kajian di masa berikutnya.
Dari kejadian sederhana itulah saya mengambil hikmah besar kenapa Allah tidak mempergunakan kekuasaan "kun fayakun"-Nya dalam menciptakan alam semesta ini, tapi lebih memilih untuk melewati proses-proses yang bertahap. Tentu mengambil langkah itu bukan untuk dijadikan jejak proses itu sebagai bahan analisa buat diri-Nya di kemudian hari, tapi lebih kepada bentuk refleksi dari sifat ke-Maha Rahman dan Rahieman-Nya Dia kepada manusia, agar mereka bisa tumbuh dan berkembang menjadi makhluk yang mampu mengambil ilmu dari proses-proses itu dan mempergunakannya saat mereka menjadi pemimpin (Khalifah) di kehidupan dunia ini.
Maka dari sini saya meyimpulkan antara pertanyaan saya sewaktu kecil dengan jawaban dari ayah saya itu cukup tersirat dalam kata "JEJAK"... hehe
Wallahu a'lam bish-shawab
0 komentar:
Posting Komentar