Meski lahir dan dibesarkan di dunia, pada hakikatnya Manusia adalah makhluq surga. Dunia bagi manusia bukanlah rumahnya. Ia hanyalah lahan pengembaraan yang suatu saat akan ditinggalkan.
Dunia adalah tempat ia diuji untuk mencurahkan potensi yang dimiliki dalam memimpin laju pergerakan kehidupan. Kekhalifahan telah dibebankan pada pundaknya. Akal fikiran, rasa kepekaan, naluri dan hasrat keinginan telah menjadi modal untuk ia rangkai menjadi alat kekuasaan. Sarana dan prasarana kehidupan di dunia ini telah Allah serahkan sepenuhnya untuk ia kelola sebaik-baiknya.
Untuk menjalankan beban tugasnya sebagai pemimpin dunia, Allah SWT. mengadugerahkan kemuliaan melebihi apa yang diberikan kepada makhluq lainnya. Dalam hal ini, secara tegas Allah Ta'ala berfirman: "Wa laqad karramnaa banii aadama wa hamalnaahum fiel-barri wal-bahri wa razaqnaahum minath-thayyibaati wa fadh-dhalnaahum 'alaa katsierin mim-man khalaqnaa tafdhielaa" Sungguh Kami telah muliakan anak-cucu Adam, telah Kami angkut mereka di darat dan di laut, mereka telah Kami beri rizki yang baik-baik, serta Kami unggulkan mereka di atas makhluq-makhluq Kami yang lain dengan kelebihan yang sempurna. (Qur'an surah Al-Israa: 70)
Informasi dalam ayat tersebut mengandung isyarat besar. Anugerah kemampuan untuk bisa mengarungi daratan dan lautan, kemampuan memproses beragam makanan yang berkualitas thayyib, adalah kemampuan yg bisa manusia pergunakan selama menjalankan roda kepemimpinan di duni. Anugerah kemampuan berkreasi itu menghantarkan peradaban manusia di atas kualitas makhluq-makhluq Allah yang lainnya.
Namun pada ayat ke 72nya Allah Ta'ala kemudian mengingatkan "wa man kaana fie haadzihi a'maa, fahuwa fil-aakhirati a'maa wa adhallu sabielaa" Barang siapa di dunia ini buta (dari petunjuk Allah) maka dia kelak di akhirat pun akan buta dan dalam kesesatan yang jauh...
Pada suatu saat yang telah ditentukan, ia akan pulang, kembali ke tempat asal. Kembali ke tempat dimana leluhur nasabnya dulu berdiam. Dan masa menjalani ujian dari kemampuan kepemimpinannya di dunia akan menjadi tolok-ukur kondisi keberadaannya nanti di tempat kembali. Sengsara atau bahagia di tempat pulangnya adalah bergantung pada sukses tidaknya ia menjalankan ujian amanah kepemimpinannya.
Semoga kita termasuk pada kelompok manusia yg tiadak buta akan petunjuk, ayat-ayat, serta penjelasan Allah Subhaanahu wa Ta'ala.
Wallahu A'lam...