Followers

Popular Posts

Search

Ketik kata yg ingin dicari, kemudian tekan enter

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *

Tampilkan postingan dengan label Administrasi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Administrasi. Tampilkan semua postingan

Kamis, 30 Mei 2013

JEJAK (Melihat Kebutuhan Administrasi dari Sudut Realita dan Agama) Bagian II


Ketika mulai berkiprah di dunia kerja dan masuk ke sebuah perusahaan yang di dalamnya terdapat banyak pekerja, sementara situasi manajemen perusahaannya sendiri masih belum tertata rapi, pada awalnya kebingungan itu menyeruak, kekesalan demi kekesalan banyak kuderita, dan putus asa pun kian menerpa, terlebih apabila usaha demi usaha yang kita coba masih belum bisa untuk mengatasinya. Namun ternyata di balik semua itu saya mulai menemukan secercah cahaya yang menerobos bebas lewat celah-celah kecil menuju ruang gelap yang kurang tersapa sinar. Di sana saya menemukan cahaya mutiara ilmu yang tak ternilai harganya. 


Ilmu manajemen untuk kita kaji di bangku perguruan tinggi saja mungkin mudah, apalagi bila kajiannya terbatas pata teori-teori yang ada semata. Namun untuk menerapkannya dilapangan sungguhlah membutuhkan ketajaman analisa dan kesabaran dalam mencoba. Lapangan pekerjaan yang satu dengan lapangan lainnya kita insafi benar membutuhkan manajemen untuk menatanya. Namun pola manajemen apa dan cara penerapannya bagaimana, tentu hal itu mesti disesuaikan dengan lapangan yang tengah kita kelola. Sebab suatu metode manajemen yang cocok diterapkan di suatu tempat bisa jadi malah tidak cocok bila diterapkan pada situasi dan tempat yang lainnya. Di sanalah manajemen membutuhkan ahli seni yang mampu pleksibel dan bermain cantik dalam mempergunakannya. 

Suatu hari saya terkena tamparan yang sangat menyakitkan, berupa tuduhan menyalahkan yang sebetulnya tidak ada kaitannya langsung dengan pekerjaan pokok yang saya pegang. Berulang kali saya kaji kembali hal-hal apa yang telah saya lakukan selama mengerjakan pekerjaan itu, hasilnya selalu saya rasa tidak ada kekeliruan di sana. Namun posisi saya tetap saja jadi terdakwa. 

Pada perjalanan berikutnya tentu bukan langkah balas dendam yang harus saya lakukan, sebab langkah semisal itu hanyalah langkah sia-sia yang tidak ada faidahnya sama sekali buat masa depan karir dan keilmuan. Langkah yang harus saya tempuh berikutnya adalah bagaimana menemukan akar pokok permasalahan yang menyebabkan kejadian semacam itu bisa terjadi, sehingga di kemudian hari persoalan semacam itu tidak akan terulang kembali. 

Nyatanya, selidik punya selidik, ada sebuah kondisi yang menimpa atasan saya. Dia dimarahi bos besar lantaran terjadi kerugian yang tak terkira besarnya. Maklum kondisi manajemen dan administrasi perusahannya belum tertata rapi, untuk mengkaji sebab-sebab permasalah itu bisa terjadi tentulah sangat sulit. Jangankan untuk menelusuri kesalahan yang telah dilakukan seminggu yang lalu, mencari data kualitas kinerja kerja para pegawai hari kemarin saja pasti akan mengalami kesulitan, jika kondisi perusahanannya itu sendiri tidak menerapkan sistem hirarki kerja yang rapi dan sistem administrasi yang bisa dijalankan dengan mudah oleh setiap lini perusahaan. 

Wal hasil, jika situasi perusahaan tidak memiliki rekam jejak mengenai perjalanan kerja yang telah berlangsung dari waktu kewaktu maka tentu dia tidak memiliki jejak data buat dipelajari, tidak memiliki bahan yang bisa dijadikan bahan kajian, baik untuk kontrol kualitas kemajuan maupun kemunduran yang dialaminya. Pada akhirnya, situasi semacam itu tidak menutup kemungkinan, jika suatu hari terjadi kemerosotan, siapapun bisa ikut disalahkan, termasuk orang yang tidak punya salah sekali pun. 

Agar kita bisa menelusuri dan mengkaji masa lalu yang mebuahkan sebuah hasil seperti sekarang ini, maka tahapan demi tahapan yang dilalui haruslah kita rekam, kita abadikan, sebab dengan cara itulah data pada masa pemrosesan itu bisa ada dan bisa kita jadikan bahan kajian di masa berikutnya. 

Dari kejadian sederhana itulah saya mengambil hikmah besar kenapa Allah tidak mempergunakan kekuasaan "kun fayakun"-Nya dalam menciptakan alam semesta ini, tapi lebih memilih untuk melewati proses-proses yang bertahap. Tentu mengambil langkah itu bukan untuk dijadikan jejak proses itu sebagai bahan analisa buat diri-Nya di kemudian hari, tapi lebih kepada bentuk refleksi dari sifat ke-Maha Rahman dan Rahieman-Nya Dia kepada manusia, agar mereka bisa tumbuh dan berkembang menjadi makhluk yang mampu mengambil ilmu dari proses-proses itu dan mempergunakannya saat mereka menjadi pemimpin (Khalifah) di kehidupan dunia ini. 

Maka dari sini saya meyimpulkan antara pertanyaan saya sewaktu kecil dengan jawaban dari ayah saya itu cukup tersirat dalam kata "JEJAK"... hehe

Wallahu a'lam bish-shawab

JEJAK (Melihat Kebutuhan Administrasi dari Sudut Realita dan Agama) Bagian I

     , ,      No comments   
Anak kecil seorang manusia berbeda dengan hewan kecil peliharaan kita. Anak manusia adalah manusia itu sendiri. Mereka, meski tubuhnya mungil dan lemah, meski wawasan bahasa dan pengalamannya pun masih terbatas, dalam dirinya terdapat potensi, terdapat modal kekuatan, untuk menjadi manusia besar yang potensi itu sebetulnya sudah bekerja sejak dini. Akal pemikirannya sudah banyak mempertanyakan persoalan-persoalan besar tentang kehidupan ini, tentang alam raya ini, bahkan tentang sosok pembuat semua yang ada di dunia ini. Bahkan mungkin saja mereka suka mempertanyakan hal-hal besar yang oleh manusia dewasa sudah dikesampingkan dan dipandang tidak perlu lagi dicari jawabannya. 

Setidaknya itulah buah pengalaman sendiri, yang saya alami sendiri, di masa kecil dulu. Walau pun banyak pertanyaan yang terlintas itu harus berhenti dalam batas-batas simbol tanda tanya yang tidak terurai jawaban pastinya, pertanyaan demi pertanyaan seakan tak bosan-bosannya muncul dalam perputaran pikiran dunia kecilku. Terlebih di kala ilmu bacaku mulai aku gunakan, meski terbata-bata, buat mencerna sederet tulisan-tulisan dalam buku maupun kitab suci. Pertanyaan besar kian datang banyak bermunculan, namun sedikit sekali yang mampu memberi jawaban yang memuaskan, hingga mau tidak mau pertanyaan-pertanyaan itu harus aku alihkan ke tempat persinggahan diamnya dalam kondisi masih utuh segar terbungkus simbol tanda tanya... 

Contoh kecilnya saja adalah pertanyaan "Kalau Allah itu maha kuasa hingga cukup dengan mengatakan 'jadilah..!!' sesuatu yang dikehendaki-Nya pun langsung jadi, lalu kenapa Ia pada kenyataannya membuat bumi dan alam raya ini membutuhkan waktu hingga 6 hari?". Begitulah kira-kira isi pertanyaan membingungkan di masa kecilku itu. Dan jawaban yang ditemukan dari orang tua dan guru-guru, selaku sumber pokok referensiku kala itu, seringkali sulit buat aku cerna. Perkataan dan pernyataan mereka sering kali memakai istilah yang abstrak buat difahami oleh aku kecil yang wawasan pemahaman terhadap bahasa manusia dewasa semisal mereka masih sangatlah terbatas. Bagai mana tidak, untuk mencerna dan memahami sebaris jawaban yang diberikan oleh ayahku saja aku butuh puluhan, atau bahkan belasan tahun untuk hidup dulu di muka bumi ini. 

Untuk menjawab pertanyaan dariku, ayahku bilang "itu adalah bentuk kecil dari sifat ke-maha rahman dan rahiem-an Allah". Dan untuk memahami sebaris jawaban itu aku butuh waktu hidup belasan tahun kemudian. 
 
Namun jawaban dari ayahku itu sebetulnya masih mendingan bila dibanding dengan jawaban yang aku berikan kepada anak didikku sekarang. Sebab buah pemahaman dari hasilku berfikir dan mencari penjelasan berpuluh-puluh tahun lamanya itu salah-satunya aku coba bungkus dalam satu kata saja, yakni kata "JEJAK". Anda bisa bayangkan bagaimana bingungnya anak didikku waktu ini untuk memahami kaitannya pertanyaan itu dengan kata "jejak" yang aku jadikan sebagai jawabannya. Tentu saja ini bukan dilandasi oleh sikap luapan balas dendam. Sebab di sisi lain saya sudah mencoba memberikan penjabaran semampu yang saya bisa dan saya anggap bisa menjadi jembatan buat mereka melangkah untuk memahaminya lebih lanjut. 

Dan dibalik itu semua sebetulnya tersimpan harapan besar. Harapan semoga mereka terus menyimpan rasa penasaran besar hingga dewasa nanti mereka tetap menjadi manusia yang seterusnya suka berfikir, bertanya, dan mencari jawabannya. BERSAMBUNG....