Followers

Popular Posts

Search

Ketik kata yg ingin dicari, kemudian tekan enter

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *

Sabtu, 01 Juni 2013

MISTERI DI BALIK EKSEKUSI AMROZI CS

          No comments   
Oleh: KH. Shiddiq Amien (Allahu yarham)

Kabar tentang akan dieksekusinya ketiga terpidana mati yang didakwa sebagai pelaku peledakan bom Bali satu , yakni: Amrozi, Mukhlas dan Imam Samudra, setelah cukup lama diberitakan dengan intens oleh banyak media massa, dan menyita perhatian sekaligus mengundang sejumlah tanya dalam benak masyarakat, terkait dengan lamanya proses eksekusi tersebut, dengan pengamanan yang super ketat, akhirnya terjawab sudah .  Ketiganya telah dieksekusi dengan cara ditembak oleh tim regu tembak dari Brimob Polri pada hari Sabtu (9/11-08) pukul 00.15 WIB  disaksikan oleh Jaksa, ulama dan tim dokter. Sebuah proses eksekusi yang terkesan kuat sengaja didramatisir untuk tujuan-tujuan politis.

Seperti sebelum proses eksekusi, pasca eksekusipun kasus ini telah memunculkan pro kontra di tengah masyarakat, di antaranya menyangkut status ketiganya. Pemerintah melalui Menteri Komunikasi dan Informatika –Muhammad Nuh-  melalui berbagai media menghimbau agar masyarakat tidak menyebut Amrozi Cs sebagai mujahid. Sementara KH. Kholil Ridwan, salah seorang Ketua MUI yang juga ketua BKSPP, punya  penilaian yang berbeda dengan petinggi MUI lainnya. Ia menilai bahwa Amrozi Cs adalah mujahid, sebab mereka berjuang melawan  regim  George Bush yang mengesahkan penjajahan terhadap Irak dan Afganistan, mereka bukan melawan pemerintah RI. Mereka akan mendapatkan pahala syahid, sedang teroris sejati adalah Bush. Demikian juga pandangan Dr. Joserizal Jurnalis yang sering terjun langsung ke medan jihad. Amrozi dkk adalah mujahid, sebab track record mereka adalah mujahid. Mereka telah berjuang di Afganistan, Ambon dan Poso. Merekalah orang-orang pertama yang membela kaum muslimin di Ambon ketika posisi kaum muslimin sedang terjepit. Begitu kata petinggi Mer-C tersebut.

Penilaian terhadap peristiwa Bom Bali I juga beragam di tengan masyarakat. Banyak pihak menilai itu sebagai aksi terror, bukan jihad. Sementara menurut Sekjen FUI,  KH. M. Al-Khaththath,  seperti dikutip situs swaramuslim.com (13/11) memandang persoalan ini sebagai khilafiyah yang memungkinkan terjadinya perbedaan dalam penentuan hukum antara ulama yang satu dengan ulama yang lainnya. Sebab dalam Islam ada dua jenis perang, yakni perang ofensif (hujumiyyah) dan defensive (difa’iyah). Ofensif berdasarkan perintah Imam/AmirulMukminin/Khalifah. Sedangkan defensive tidak menunggu adanya perintah amir. Dalam perang ofensif, wilayah perang dan sasaran jihad ditentukan oleh Amirul Jihad, sedangkan dalam perang defensive sasaran sesuai dengan keberadaan musuh yang menyerang (aggressor). Oleh karena itu, penilaian hukum ulama yang satu tidak menegasikan (meniadakan) penilaian hukum ulama yang lain. Konsekwensinya adalah tidak bisa dilarang kalau ada ulama/kaum muslimin yang menganggap ketiganya sebagai mujahid, apalagi ketiganya pernah secara riil berjihad membela kaum muslimin dalam jihad di Afganistan, Ambon dan Poso.

Sudah menjadi berita yang akrab di mata dan telinga dunia, Barat (terutama Inggris dan Amerika) mempelpori perang terhadap terorisme. Perang terhadap terorisme menjadi ''megaproyek'' luar negeri keduanya. Keduanya menjadi negara garda depan yang paling rajin menyapu bersih apa saja yang berbau aksi terorisme. Serangan terhadap Afghanistan disusul Irak adalah dalam kerangka perang melawan terorisme. Konyolnya, aksi perang terhadap terorisme yang telah melumatkan banyak nyawa dan merusak berbagai kawasan, ternyata belum memiliki definisi yang disepakati secara universal: jelas dan objektif. Jelas, berarti dipahami secara menyeluruh oleh masyarakat dunia. Objektif, berarti dipahami secara relatif sama oleh masyarakat dunia. Istilah terorisme sampai saat ini belum didefinisikan secara baku menjadi definisi yang dikamuskan secara yudisial. Ironisnya, usaha membuat satu kesepakatan definisi terorisme yang bisa menjadi salah satu butir deklarasi sidang umum PBB 14-15 September 2005 begitu alot. Para diplomat yang tergabung dalam tim perumus isu terorisme tetap kesulitan menentukan definisi. Belum adanya definisi terorisme yang disepakati, menjadikan terorisme sebagai kata yang sangat terbuka untuk dimaknai atas dasar kepentingan siapa yang memberi makna. Meskipun tindakan menyebut, mengutuk, dan memerangi terorisme sudah begitu jauh dan lama berlangsung.

Jurgensmeyer dalam bukunya  "Terror in the Mind of God, The Global Rise of Religious Violence" menjelaskan bahwa batas antara teroris dengan bukan teroris sangatlah tipis, tergantung siapa yang memberikan penilaian. Seseorang atau sekelompok orang oleh penguasa dianggap sebagai teroris, tapi oleh masyarakat dan pendukungnya dianggap sebagai mujahid, pejuang dan pahlawan.  AS selalu menuduh bahwa Al-Qaeda, Hammas, Pejuang Irak, dsb sebagai teroris. Tapi kalau kita tanya  rakyat Palestina  siapakah teroris itu ? Pasti jawabannya: Israel.  Jika kita tanya rakyat Irak dan Afganistan, siapakah teroris itu ? Jawabannya: pasti AS dan Sekutunya. Tapi karena media massa terkemuka baik nasional maupun internasional mayoritas dikuasai Yahudi dan Kristen, maka sekarang ini stigma atau tuduhan Teroris itu sepertinya identik dengan Islam. Bahkan bisa dikatakan dewasa ini sedang terjadi perang menggempur Islam dengan selubung dan dalih terorisme.

Seperti dikatakan oleh Prof. Richard Bulliet dari University of Columbia: “We at some point are going to reach a threshold where people no longer need evidence to believe in a generic terrorist threat, from religious muslim fanatics“. (Orang AS suatu ketika akan percaya dan meyakini tanpa perlu bukti apapun, bahwa ancaman teroris selalu datang dari orang muslim fanatik.). Apa yang dikatakan oleh Prof. Richard tersebut sekarang sudah jadi kenyataan, ketika terjadi aksi teror, telunjuk orang selalu dialamatkan kepada Islam atau gerakan Islam.

Pasca peristiwa 11 September 2001, stigma teroris berbalik 180 derajat, War Against Terrorism bergeser menjadi War Against Islam. Selain Afganistan dan Irak, Indonesia yang penduduknya mayoritas muslim juga dibidik sebagai sarang teroris, sarangnya Al-Qaeda dan Jamaah Islamiyyah (JI). Bantahan yang dikemukakan oleh banyak pihak, bahwa Indonesia bukanlah sarang teroris seakan dijawab  dengan  rentetan Bom di Indonesia mulai dari Bom Bali I (12 Oktober 2002), Bom Marriott (5 Agustus 2003), Bom Kedubes Australia (9 September 2004) dan Bom Bali II (1 Oktober 2005. Diakui atau tidak, sebagian pelakunya adalah aktifis masjid, guru ngaji, alumni pesantren, dengan argumen dalam rangka  jihad. Sehingga kata “Jihad” kemudian banyak digugat, bahkan banyak yang kemudian menjadi  alergi menyebut dan mendengarnya. Buku-buku tentang jihad-pun diteliti ulang. Bahkan ada petinggi BIN yang waktu itu mengusulkan agar buku-buku karya: Sayyid Qutub, Muhammad Qutub, Hassan Al-Banna, dsb supaya dilarang.  Usulan agar manhaj pesantren dirubah juga cukup kencang. Santri pun mau disidik jari. Departemen Agama pun membentuk “Tim Penanggulangan Teroris“ yang bertugas menasehati para teroris, atau calon teroris.

Dalam beberapa kasus terror bom di Indonesia, sebenarnya sampai saat ini masih menyisakan misteri, khususnya menyangkut dalang atau Grand Master Mind-nya. Dalam kasus Bom Bali I misalnya, yang dalam 5 mikro detik telah menewaskan 200 orang lebih, 300-an luka-luka, menghancurkan 47 bangunan, puluhan mobil dan motor hangus, dengan getaran terasa sampai jarak 12 km, menurut Joe Vialls, investigator bom independent dan analis inteligen Australia dalam situsnya www.thetruthseeker.co.uk dalam tiga artikel berjudul : Bali Micro Nuke Burried By Western Media; Bali Micro Nuke-Lack of Radiation Confuses Expert; dan Micro Nuke Used in Bali “Terrorist” lookalike Attack, menegaskan  bahwa Bom Bali I bukanlah bom NTN apalagi Potasium Klorat (karbit), melainkan Micro Nuklir SADM (Special Atomic Demolition Munition). Di dunia ini yang punya bom seperti itu baru : AS, Inggris, Prancis, Rusia dan Zionis Israel. Sehingga wajar jika banyak pihak yang menduga, bahwa rencana Amrozi Cs itu sudah “dikawal” pihak tertentu, sehingga pada saat bom karbit mereka meledak, ada bom nuklir yang diledakkan dalam waktu dan tempat yang bersamaan, dan kesalahan ditimpakan semuanya kepada mereka.  Wajar pula jika sejak lama banyak pihak yang mengusulkan agar pihak kepolisian membuktikan kemampuan Amrozi Cs dalam merakit bom bahsyat itu dengan melakukan rekontruksi di sebuah pulau kosong. Jika terbukti bom rakitan mereka sama dahsyat dengan bom Bali I, berarti benarlah mereka sebagai pelakunya. Sayang usulan tersebut menghilang bak ditelan bumi. Bahkan pernah ada yang mengusulkan, meski usulan ini terkesan lucu, bahwa jika memang Amrozi Cs memiliki kemampuan merakit bom dahsyat seperti Bom Bali I dan Bom Kuningan, bagusnya sebelum mereka dieksekusi, mereka dijadikan sebagai asisten pelatih di pabrik senjata Pindad Bandung, agar Republik ini menjadi negara yang disegani, karena memiliki kemampuan membuat bom dahsyat tersebut. Kini, semua usulan tersebut telah terkubur, bersamaan dengan telah dikuburkannya mereka.  Wallahu’alam bis-showwab.

================
Tulisan ini saya copy dari : Blog Referensi Persis

Semoga bermanfaat..!

Jumat, 31 Mei 2013

Ada Apa dengan Manusia?

          No comments   
Ketika malam menepati janjinya
akan datang dikala mentari terbenam
akan pergi di tiap kali fajar kembali

Ketika air menepati janjinya
akan mendidih dikala panas menerpa
akan beku di saat dingin merayu syahdu

Di saat aku bersama mereka
Ketika hidupku dikelilingi mereka
Ujaran janjinya
semua menjadi nyata
semua menjadi pasti
semua ujarannya terbukti

Di saat manusia bersama mereka,
Tak henti-hentinya mereka menebar sifat pasti
Hingga manusia menjadi pintar ilmu astronomi, 

pintar ilmu matematika, fisika, kimia, dan ilmu pasti lainnya

Namun Entah Mengapa..

Ketika manusia bergaul dengan manusia lainnya,
Ilmu yang lahir bukanlah ilmu pasti
yang banyak lahir adalah ilmu Apologi
yang lahir adalah ilmu retorika dusta,


Yang berkembang dari pergaulan bersama mereka adalah hasrat kekuasaan,
Seakan kebohongan adalah magnet kesucian
yang ujung positif untuk berjaga diri

dan ujung negatif buat mengelabui

Ada apa dengan manusia??

Kurindukan Ashabul Kahfi

          No comments   
Kuingin masuki goa dan bermalam dalam naungan suci para Ashabul Kahfi
Biar di sana kutemukan ketenangan, keteduhan, keteguhan.
Kuingin kelilingi tepian pantai dalam jabatan tangan Hidir sang mu'alim,
Biar kuraba teka-teki dunia dalam penuh tanda tanya,
Biar kusapa mereka dengan suka cita para pengembara

Di goa sana...
Biar kulabuhkan pandangan, curahkan renungan, serap hikmah penghayatan.
Dindingnya berlumut basah kuyup, lembab, sejuk.
Baunya khas kemurnian alami batu, tanah, pasir dan kerikil.
Bersama kelelawar hitam aku berbincang.
Bersama semut-semut kecil bersemangat besar kita berujar perjuangan.

Duhai kawan..
Andai saja goa itu telah penuh sesak oleh kawan-kawan lainnya,
Biar saja lawang pintu itu jadi tempat buat aku duduk  bersandar
Biar saja kujadi anjing penjaga setia kalian semua
Tak mengapa...
Asalkan aku bersama kalian
Karena aku tak kuasa menahan gelora rindu dekap persahabatanmu

Di Pantai, Kurunuti Musa dan Khidir

          No comments   
Di ujung mata memandang
Dari pantai tempat berdiriku bersemedi
Kala mentari menyengat keringat, menyangrai pasir pesisir
Langit tampak menyatu bersama bumi
Garis lintang cakra buana tak kujumpa di sana
air laut, awan gemawan, semua biru tak berdebu.

Sayang, sapa itu membuyarkan
Teriak sang teman itu memecah ombak berarak
Mengajak aku bercengkrama dalam buliran pasir yang terbasahkan ombak lelah menumpah

Di tempat seperti ini kudengar kabar menakjubkan
Tentang sejarah perjalanan para pencari kebenaran
Tentang dua sosok manusia pembesar agama.

Akankah telapak kaki yang tengah mengukir pasir ini akan seperti kisah mereka?
Kutanyakan itu pada asa yang tersisa
Kutanyakan itu pada hati yang merasa
Kutanyakan itu pada langkah yang melangkah

Renungan Bimbang

          No comments   
Kerap kubertanya pada kenangan yang sempat kulukiskan
Kerap kubertanya pada asa yang melintas dalam bayang-bayang masa depan

Tentang eksistensi diri yang sedikit punya arti
Tentang waktu yang tak jua kuisi dengan makna yang berguna
Akankah lebih baik aku diam bisu tak berkata?
Akankah lebih baik aku diam kaku tak bergerak?
Ataukah aku berteriak saja bersama halilintar dan petir?
Ataukah aku berlari saja bersama derasan angin yang mendorong hujan?
 
Dalam sela waktu sepi menanti jawaban pasti,
Dari semak belukar pertanyaan,
masa silam itu kini bersaksi, berujar:
Aku adalah sejarah yang berguna bila kau ambil hikmahnya
Aku hanyalah masa lalu yang memberatkan jika kau hiasi ratapan
Sudahlah... tak usah kau berglimang duka kala menatapnya
sudahlah... tak usah tatapku penuh pesona seperti itu
Aku padamu penuh coretan hitam, putih, dan warna-warna cerah lainnya
Biarkan aku menampung bekas jejak langkahmu dalam ceruk-ceruk sejarah baru
Berangkatlah, bergeraklah, berkaryalah...
Suguhi aku kisah berwarna bolu rainbow dan kopi susu sekhas karyamu...
 
 
Dari samudera asa dan logika
Bandung, 19 Mei 2013